BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Penulisan
Manusia seperti yang kita ketahui
sangat erat sekali hubungannya dengan kebudayaan dan pendidikan. Pendidikan
merupakan upaya untuk memelihara kebudayaan, “ Education as Cultural
Conservation ”. Disini peran pendidikan sebagai pelestarian budaya dan
pendidikan harus didasarkan kepada nilai – nilai kebudayaan yang telah ada
sejak awal peradaban umat manusia. Sebab kebudayaan tersebut telah teruji dalam
segala zaman, kondisi dan sejarah. Kebudayaan adalah esensial yang mampu
mengemban hari kini dan masa depan umat manusia ( Mohammad Noor Syam, 1984 ).
Pendidikan merupakan suatu sistem untuk meningkatkan kualitas hidup dalam
segala aspek kehidupan dan sekaligus sebagai upaya pewarisan nilai – nilai
budaya bagi kehidupan manusia.
Hakikat manusia dalam
melestarikan dan menjaga kebudayaan adalah suatu keharusan agar tidak
terpengaruh oleh kebudayaan lainnya. Kita harus menjaga keaslian budaya kita
karena kebudayaan tersebut merupakan warisan dari nenek moyang kita dahulu.
Kebudayaan itu di ibaratnya seperti ciri khas dari manusia yang menggunakan
kebudayaan tersebut. Namun akhir – akhir ini kita pasti sudah tahu kalau banyak
dari kebudayaan Negara kita ini telah terpengaruh oleh kebudayaan luar,
khususnya kebudayaan barat. Ini merupakan efek dari arus globalisasi yang
sangat kencang sehingga banyak kebudayaan – kebudayaan dari luar yang bebas
keluar masuk ke dalam Negara kita ini sehingga kebudayaan kita sedikit
terpengaruh.
B.
Rumusan Penulisan
1.
Apa pengertian manusia dan pendidikan?
2.
Apa hubungan
manusia dan kebudayaan?
3.
Apa hubungan
manusia dan pendidikan?
4.
Apa kaitan
manusia, kebudayaan dan pendidikan?
C.
Tujuan Penulisan
1.
Untuk mengetahui pengertian manusia dan pendidikan
2.
Untuk
mengetahui hubungan manusia dan kebudayaan
3.
Untuk
mengetahui hubungan manusia dan pendidikan
4.
Untuk
mengetahui kaitan manusia, kebudayaan dan pendidikan
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Manusia dan Pendidikan
Manusia adalah makhluk berbudaya
yang dapat mengembangkan dirinya sedemikian
rupa sehingga mampu membentuk berbagai norma dan tatanan kehidupan yang
didasari nilai-nilai luhur untuk kesejahteraan hidupnya, baik secara
perseorangan maupun untuk kehidupan bermasyarakat.
Dalam keadaan yang demikian ini
manusia secara aktif dan bertanggungjawab mengolah dan memanfaatkan alam dan
segala sumbernya untuk keperluan kehidupan. Berkembangnya kehidupan manusia
sebagai makhluk berbudaya ini dimungkinkan karena disebabkan oleh
setidak-tidaknya dua hal sebagai berikut:
1.
Adanya
kemampuan-kemampuan atau potensi-potensi pada diri manusia misalnya pikiran,
imajinasi, fantasi, sikap, minat, kehendak, motivasi, emosi, perasaan dan
sebagainya.
2.
Adanya
usaha atau kegiatan pengembangan potensi-potensi yang dimiliki oleh manusia
tersebut hingga menjadi berbagai kemampuan yang nyata dan adanya usaha
penyerahan berbagai norma dan nilai yang sudah dimiliki kehidupan manusia
kepada generasi berikutnya usaha pengembangan potensi dan penyerahan norma dan
nilai tersebut kita sebut pendidikan.
Dari kenyataan di atas jelasnya
bahwa pendidikan merupana suatu kegian yang universal dalam kehidupan manusia.
Artinya tidak mungkin dapat dijumpai suatu kehidupan masyarakat tanpa adanya
kegiatan pendidikan disana. Sedangkan Pendidikan adalah suatu kekuatan yang dinamis dalam
kehidupan setiap individu, yang memperngaruhi perkembangan fisiknya,mentalnya,
emosinya, sosialnya dan etisnya. Secara singkat pendidikan merupan suatu
kekuatan yang dinamis dalam mempengaruhi seluruh aspek kepribadian.
Menurut Crow and Crow, pendidikan
adalah suatu proses dimana pengalaman atau informasi diperoleh sebagai hasil
dan proses belajar. Jadi pendidikan itu mencakup pengalaman, pengertian dan
penyesuaian diri pihat si terdidik terhadap rangsangan yang diberikan kepadanya
menuju kearah pertumbuhan dan perkembangan. Pengertian lain yang
terdapa dalam Dictionary of Education menyebutkan bahwa pendidikan adalah:
1.
Proses
dimana seseorang mengembangkan kemampuan sikap dan bentuk-bentuk tingkah laku
lainnya di dalam masyarakat dimana dia hidup.
2.
Proses
sosial dimana orang diharapkan pada pengaruh lingkungan terpilih dan terkontrol
(khususnya yang datang dari sekolah) sehingga mereka dapat memperoleh atau
mengalami perkembangan kemampuan sosial dan kemampuan individu yang optimum.
Pengertian
yang demikian ini dapat dikatakan sama dengan apa yang telah dikatakan oleh Sir
Godfrey Thompson dalam bukunya A Modern Philosophy of Education " Pengaruh
lingkungan atas invidivu untuk menghasilkan perubahan-perubahan yang tetap
(permanent) di dalam kebiasaan-kebiasaan tingkah lakunya, pikirannya dan
sikapnya" Hampir
semua tingkah laku yang dilakukan oleh manusia adalah dipelajari melalui
pendidikan atau proses belajar.
Berdasarkan
pengertian di atas bahwa pendidikan itu mengandung beberapa ciri atau unsur umum untuk
pendidikan yang dapat dijelaskan sebagai berikut:
1.
Adanya
tujuan yang ingin dicapai di dalam proses atau kegiatan pendidikan yaitu
individu yang berkembang kemampuan-kemampuan dirinya sehingga bermanfaat untuk
kepentingan hidupnya sebagai seorang individu maupun sebagai warga negara atau
warga masyarakat.
2.
Untuk
mencapai tujuan tersebut pendidikan perlu memberikan usaha yang sengaja dan
terencana dalam memilih materi / bahan aja strategi pembelajaran dan teknik
penilaian yang sesuai.
3.
Kegiatan
tersebut dapa diberikan dalam lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat
berupa pendidikan informal, pendidikan formal dan pendidikan non-formal.
Apabila dihubungkan dengan
eksistensi dan hakekat kehidupan manusia, kegiatan pendidikan ini diarahkan
kepada empat aspek pembentukan dari kepribadian manusia, yaitu:
a.
Pengembangan
manusia sebagai makhluk Tuhan ( keagamaan )
Manusia
adalah makhluk Tuhan yang diturunkan di atas bumi ini. Setiap manusia indonesia
dituntut untuk melaksanakan hubungan dengan Tuhan dengan sebaik-baiknya menurut
keyakinan yang dianutnya masing-masing serta untuk melaksanakan hubungan
sebaik-baiknya dengan sesama manusia, sebagaimana telah diperintahkan oleh
agama dan keyakinan masing-masing atau yang dianutnya. Sebgai anggota
masyarakat dan bangsa uyang memiliki fisafat Pancasila kita dituntut untuk
mampu menghayati dan mengamalkan ajaran Pancasila dengan sebaik-baiknya.
Sebagai anggota masyarakat dituntu untuk dapat menghayati dan mengamalkan Pancasila
dengan demikian manusia juga dituntut untuk dapat menghayati dan mengamalkan
ajaran agama yang dianutnya dengan sebaik-baiknya.
b.
Pengembangan
Manusia Sebagai Makhluk Individu / Pribadi
Pendidikan
harus berusaha mengembangkan anak didik yang mampu menolong dirinya sendiri. Johan Amos Pestalozzi
mengistilahkan pendidikan itu sebagai " Hilfe Zur Selbssthilfe " yang
artinya pendidikan itu memberi pertolongan agar anak mampu menolong dirinya
sendiri.
Untuk
dapat menolong dirinya sendiri, anak didik perlu mendapatkan berbagai
pengalaman di dalam pengembangan konsep, prinsip, generalisasi, intelek,
kreativitas, kehendak, emosi / perasaan, tanggungjawab, keterampilan dan
lain-lain. Dengan kata lain anak didik harus mengalami perkembangan dalam
kawasan kognitif, efektif dan psikomotor. Sebagai makluk individu manusia
memerlukan pola tingkah laku yang bukan merupakan tindakan instingtif dan hal
ini hanya bisa diperolah melalui pendidikan proses pembelajaran.
Di
atas telah dikatakan bahwa perwujudan manusia sebagai makhluk individu ini
memerlukan berbagai macam pengalaman. Tidaklah mencapai tujuan yang diinginkan
apabila pendidikan terutama hanya memberikan aspek kognitif (pengetahuan) saja
sebagai yang sering dikenal dan dikerjakan oleh para pendidik pada umumnya
selama ini. Pendidikan seperti ini disebut hanya pendidikan dalam bidang
intelek anak didik diberi pengetahuan sebanyak-banyaknya agar pengetahuan itu
dimiliki oleh anak didik secara individu.
Dengan
kata lain pengetahuan yang banyak tersebut akan membentuk pengalaman bagi anak
didik. Pengembangan intelek memang diperlukan namun tidak boleh melupakan
pengembangan aspek-aspek lainnya seperti afektif / sikap atau perilaku serta
psikomotor atau keterampilan. Pendidikan bukan hanya seperti mengisi botol kosong
tetapi lebih dari itu.
c.
Pengembangan
Manusia Sebagai Makhluk Sosial
Disamping
manusia sebagai mahkluk individu manusia juga sebagai mahkluk sosial. Manusia
ingin berinteraksi satu dengan yang lain, ingin saling bahu-membahu,
tolong-menolong, berkerjasama dalam segala hal. Manusia tidak dapat mencapai
apa yang diinginkannya secara individu walaupun sifat individu mesti ada dalam
diri seseorang. Terlalu individualistis hanyalah mementingkan dirinya sendiri
tetapi terlalu sosial akhirnya menjadi "sok sial" kehadiran manusia
lain dihadapannya, bukan saja penting untuk mencapai tujuan hidupnya tetapi
juga merupakan sarana untuk pertumbuhan dan perkembangan pribadinya.
Kehidupan
sosial antara manusia yang satu dan manusia lainnya dimungkinkan tidak saja oleh
adanya kebutuhan pribadi seperti yang telah disebutkan di atas tetapi juga
karena adanya bahasa sebagai alat komunikasi. Melalui pendidikan dapat
dikembangkan suatu keadaan yang seimbang antara perkembangan aspek individu dan
aspek sosial ini.
d.
Pengembangan
Manusia Sebagai Makhluk Susila
Aspek
keempat ini melandasi manusia untuk santun. Artinya hanyalah manusia yang dapat
menghargai, menghayati norma-norma dan nilai-nilai yang ada dalam kehidupan
masyarakat sehingga manusia dapat menetapkan perilaku mana yang baik dan
perilaku mana yang kurang baik/tidak baik, bersifat susila dan tingkah laku
mana yang bersifat tidak susila.
Setiap
masyarakat dan bangsa mempunyai norma-norma serta nilai-nilai tersendiri. Di
daerah asalnya perilaku yang dianutnya mungkin baik dan susila, tetapi di
daerah lain mungkin hal tersebut tidak baik dan tidak susila (tabu). Kalau kita
menerapkan nilai-nilai yang tidak sesuai dimana kita tinggal maka dunianya akan
menjadi kacau. Hukum rimba sudah pasti akan dengan mudah menjalar dikehidupan
masyarakat dan pasti akan membuat kekacauan.
Melalui
pendidikan kita harus mampu menciptakan manusia susila melalui pendidikan kita
harus mengusahakan anak-anak didik kita menjadi manusia yang mendukung norma,
kaidah, ukuran, dan nilai-nilai susila dan sosial yang dijunjung tinggi oleh
masyarakatnya dan mempertahankan predikat bangsa yang satu dan beradab. Norma,
nilai, ukuran, standart, dan kaidah-kaidah tersebut harus menunggal dan menjadi
bagian yang intergral dalam pribadi setiap warga masyarakat. Dengan kata lain
norma, ukuran, nilai-nilai dan kaidah-kaidah tersebut harus menjadi milik dan
selalu dipersonifikasikan dalam setiap sepak terjang dan tingkah laku tiap
pribadi manusia yang santun atau susila.
Keempat
pengembangan manusia di atas dapat diwujudkan dan dilaksanakan dengan baik
melalu pendidikan. Tanpa pendidikan tidak mungkin dapat diwujudkan aspek
eksistensi kehidupan manusia itu bisa dikembangkan.
1.
Tri pusat Pendidikan ( Keluarga, Sekolah, dan Masyarakat)
Istilah
"Tri Pusat Pendidikan" merupakan penyelenggaraan pendidikan yang
dilakukan oleh tiga pihat secara berhubungan dan saling berkaitan ketiga pihak
yang melaksanakan garapan pendidikan itu adalah keluarga, lembaga pendidikan
dan masyarakat. Istilah Tri Pendidikan itu mula pertama dikemukakan sebagai
buah pandangan Ki Hadjar Dewantara dengan dua teori yang ditawarkan yaitu teroi
Tri-KON dan Teori Tri Pusat.
a.
Tri
KON
Ki
Hadjar Dewantara menekankan bahwa aktivitas pendidikan dan pengajaan sebagai
tempat "persemaian" benih-benih kebudayaan bangsa. Benih-benih
tersebut mengandung unsur-unsur kebudayaan nasional. Oleh sebab itu, sebelum
para siswa diberi informasi dan mengenal budayaasing dan budaya internasional
mereka harus sudah mendalami karakteristik kebudayaan daerah dan kebudayaan nasional.
Untuk memudahkan menerima unsur budaya asing secara selektif, Ki Hadjar
Dewantara mengemukana teori Tri Kon, yaitu:
(1)
Kontinuitas,
yang berati bahwa garis hidup kita sekarang harus merupakan lanjutan dari
kehidupan kita pada zaman lampau berikut penguasaan unsur tiruan dari kehidupan
dan kebudayaan bangsa lain.
(2)
Konvergensi,
yang berarti kita harus menghindari hidup menyendiri terisolasi dan mampu
menuju kearah pertemuan. Pada awalnya sistem Tripusat yang pertama kali
ditawarkan oleh Ki Hadjar Dewantara adalah keinginan agar sistem gedung sekolah
disatukan dengan pondok asrama agar anak-anak didik kita hidup dan berkembang
dalam tiga lingkungan pendidikan yang satu sama lain berkaitan dan memberikan
pengaruh dalam perkembangan anak didik kita. Ketiga lingkungan pendidikan
tersebut adalah antar bangsa dan komunikasi antar negara menuju kemakmuran
bersama atas dasar saling menghormati, persamaan hak dan kemerdekaan
masing-masing.
(3)
Konsentris,
yang berarti setelah kita bersatu dan berkomunikasi dengan bangsa-bangsa lain
didunia kita jangan kehilangan kepribadian sendiri. Bangsa Indonesia adalah
masyarakat merdeka yang memiliki adat istiadat dan kepribadian sendiri meskipun
kita bertitik pusat pada satu namun dalam lingkaran yang konsenstris itu kita
masih tetap memiliki lingkaran sendiri secara khas yang membedakan negara kita
dengan negara lain.
b.
Tri
Pusat Pendidikan
(1)
Keluarga
(lingkungan rumah) termasuk didalamnya peran ayah ibu sebagai orang tua yang
berkewajiban mendidik putra-putrinya dalam kehidupan keluarga.
(2)
Penguruan
(Lembaga Pendidikan) yaitu lingkungan sekolah dengan struktur dan sistem
kelembangaan yang khas sebagai tempat persemaian anak bangsa.
(3)
Masyarakat
yaitu lingkungan masyarakat sekitar dengan segala dinamika dan karakteristiknya
yang secara langsung ataupun tak langsung mempengaruhi perkembangan anak didik
sebagai anggota masyarakat.
Ki Hadjar Dewantara menyarankan perguruan
merupakan tempat atau rumah bagi para guru dan siswa. Di situ pula tempat
terjadinya proses belajar mengajar. Didalam pondok asrama siswa diperlakukan
sebagai anggota keluarga guru dan siswa membentuk keluarga besar. Mereka
bekerja sama menyelenggarakan suatu rumah tangga besar. Di lingkungan keluarga
besar yang istimewa tersebut terdapat pondok untuk asrama putra dan asrama putri.
Pondok itu senantiasa dalam pengawasan guru dan sifat kekeluarganya tetap
terpelihara. Ki Hadjar Dewantara berpendapat melalui ketiga lingkungan
pendidikan itulah siswa dibina dan berkembangan ke arah soso yang diharapkan.
2.
Pertumbuhan
dan Perkembangan Manusia
Pendidikan
merupakan usaha yang sengaja dan terencana untuk membantu perkembangan potensi
dan kemampuan anak didik agar bermanfaat bagi kepentingan hidupnya sebagai
memilih materi bahan ajar, strategi kegiatan dan teknik penilaian yang sesuai
untuk itu pendidikan dipandang mempunyai peranan yang besar dalam mencapai
keberhasilan dalam perkembangan anak didik.
a.
Teori
Perkembangan Manusia
Dalam
perkembangannya terdapat beberapa pandangan atau teori mengenai bagaimana
perkembangan manusia itu berlangsung. Di bawah ini akan dibahas empat aliran
atau teori tentang perkembangan manusia sebagai berikut:
(1)
Emperisme
Teori
ini mengatakan bahwa hasil pendidikan dan perkembangan bergantung pada
pengalaman-pengalaman yang diperoleh anak didik selama hidupnya. Pengalaman itu
diperolehnya didunia luar dirinya berdasarkan perangsang yang tersedia baginya.
Perangsang itu dapat tersedia dengan sendirinya atau disediakan oleh apapun dan
siapapun juga.
Kata
empirisme berasal dari kata emperi yang berarti pengalaman Tokoh aliran ini
adalah John Locke (1632-1704) sesorang filsuf bangsa Inggris yang berpendapat
bahwa anak lahir ke dunia ini sebagai kertas kosong atau sebagai media berlapis
lilin (tabuka rasa) yang belum ada tulisan diatasnya. Jadi John Locke
berpendapat bahwa anak dilahirkan ke dunia ini tanpa pembawaan.
Aliran
tersebut disebut juga aliran Tabula Rasa atau Empirisme, pendidikan 100%
bergantung pada pengaruh dunia luarnya. Dunia ini pada umumnya disebut
lingkungan. Ada lingkungan hidup (manusia, hewan, tanaman) dan lingkungan mati
(benda-benda mati). Semuanya saling mempengaruhi dan menimbulkan situasi.
Ada situasi kebudayaan, ekonomi, sosial, politik, dan keagamaan. Tiap
lingkungan mempunyai situasi sendiri pendidik dan usaha kegiatannya merupakan
salah satu lingkungan anak didik. Menurut teori empirisme pendidik adalah maha
kuasa dalam mebentuk anak didik menjadi apa yang dia inginkan. Pendidik dapat
berbuat sekehendak hatinya seperi ahli patung yang memahat patung dari kayu,
batu, atau bahan lainnya. Mendidik menurut aliran empirisme adalah membentuk
manusia menurut kehendak pendidikan karena itu aliran ini juga disebu aliran
optimisme dalam pendidikan.
(2)
Nativisme
Ada teori yang 180 derajat bertolak belakang dengan teori
empirisme yaitu teori yang di anut oleh Schopenhauer (seorang filsuf bangsa
jerman, 1788-1860) yang berpendapat bahwa bayi lahir dengan pembawaan baik dan
buruk.
Dalam hubungan dengan pendidikan dan perkembangan manusia
ia berpendapat bahwa hasil akhir pendidikan dan perkembangan tersebut ditentukan
oleh pembawaan yang sudah diperolehnya sejak lahir. Lingkungan tidak
berpengaruh sama sekali terhadap pendidikan dan perkembangan anak itu.
Aliran nativisme berpendapat bahwa pendidikan tidak dapat
menghasilkan tujuan yang diharapkan
berhubungan dengan perkembangan anak didik. Dengan kata lain aliran
nativisme merupakan aliran pesimisme (murung) dalam pendidikan berhasil
tidaknya perkembangan anak tergantung pada tinggi rendahnya dan jenis pembawaan
yang dimiliki oleh anak didik. Mendidik diartikan oleh aliran ini membiarkan
anak bertumbuh berdasarkan pembawaannya.
(3)
Naturalisme
Sedikit persamaan dengan aliran nativisme adalah teori
yang dikemukakan oleh J. J Rousseau (seorang filsuf bangsa Perancis 1712-1778)
dengan aliran nauralismenya.
Rousseau berpendapat dalam bukunya Emile bahwa “semua
adalah baik pada waktu datang dari tangan Sang Pencipta tapi semua menjadi
buruk ditangan manusia” berbeda dengan pendapat Schopenhauer, Rouseau
berpendapat bahwa semua anak yang baru lahir mempunyai pembawaan yang baik
tidak seorang anak pun lahir dengan pembawaan buruk. Namun pembawaan baik sejak lahir menjadi
buruk oleh tangan manusia artinya pendidikan malahan dapat merusak pembawaan
anak yang baik waktu dilahirkan tadi. Jadi aliran ini tidak memandang perlu adanya
pendidikan bagi pengembangan bakat dan kemampuan anak.
Aliran
ini disebutkan juga negativisme karena berpendapat bahwa pendidik hanya wajib
membiarkan pertumbuhan anak didik saja dengan sendirinya diserahkan saja
selanjutnya pada alam. Jadi dengan kata lain pendidikan tidak diperlukan yang
dilaksanakan adalah menyerahkan anak didik ke alam agar pembawaan yang baik itu
tidak rusak oleh tangan manusia melalui proses dan kegiatan pendidikan itu.
Rousseau
ingin menjauhkan anak dari segala keburukan masyarakat yang serba dibuat-buat
atau bersifat "artificial", sehingga kebaikkan anak-anak yang
diperoleh secara alamiah sejak kelahirannya itu dapat berkembang secara spontan
dan bebas. Ia mengusulkan perlunya permainan bebas kepada anak didik untuk
mengembangkan pembawaannya kemampuan dan kecenderungan-kecenderungannya.
Pendidikan
menurut Rousseau harus dijauhkan dalam perkembangan anak karena hal itu berarti
dapat menjaukan anak dari segala hal yang bersifat dibuat-buat (artificial) dan
dapat membawa anak kembali ke alam untuk mempertahankan segala yang baik
sebagai yang telah diberikan oleh tangan Sang Pencipta di atas.
(4)
Konvergensi
Teori
konvergensi ingin mengawinkan dua macam teori atau aliran yang 180 derajat
berlawanan yaitu teori empirisme dan nativisme. Tokoh aliran ini adalah William
Stern (seorang ahli pendidikan bangsa Jerman, 1871-1939) yang berpendapat bahwa
anak dilahirkan dengan pembawaan baik maupun pembawaan buruk.
Ia
berpendapat bahwa teori empirisme maupun nativisme itu masing-masing terlalu berat
sebelah atau terlalu ekstrim. Kedua-duanya mendukung kebenaran dan ketidak
benaran. Menurut teori konvergensi baik pembawaan maupun lingkungan
kedua-duanya mempunyai pengaruh terhadap hasil perkembangan anak didik. Hasil
perkembangan dan pendidikan bergantung pada kecilnya pembawaan serta situasi
lingkungannya.
Pada
hakekatnya kemampuan anak manusia berbahasa dengan kata-kata adalah juga hasil
konvergensi. Pada anak manusia ada pembawaan untuk berbahasa melalui situasi
lingkungan anak belajar berbahasa karena itu semua manusia mampu berbahasa.
Pada hewan tidak ada pembawaan berbahasa dengan kata-kata (verbal
communication) karena itu tidak terdapat seekor hewan pun yang dapat berhasa
verbal dengan penuh pengertian seperti pada mahkluk manusia.
Lingkungan
mempengaruhi anak didik dalam mengembangkan pembawaan bahasanya. Karena itu
tiap anak manusia mula-mula ia menggunakan bahasa lingkunganya seperti bahasa
Jawa, bahasa Inggris dan sebagainya.
Kemampuan
dua orang anak yang tinggal dalam satu lingkungan yang sama untuk mempelajari
bahasa juga tidak sama hasilnya itu disebabkan oleh adanya perbedaan kuantitasa
pembawaan dan perbedaan situasi lingkungan biarpun lingkungan ke dua orang anak
tersebut menggunakan bahasa yang sama.
Karena
itu teori W Stern disebut sebagai bapak konvergensi (artinya memusat pada satu
titik) jadi menurut teori konvergensi adalah:
(a)
Pendidikan
mungkin diberikan
(b)
Yang
membatasi hasil pendidikan adalah pembawaan dan lingkungan itu sendiri.
(c)
Pendidikan
diartikan sebagai pertolongan yang diberikan lingkungan kepada anak didik untuk
mengembangkan pembawaan yang baik dan mencegah berkembangnya pembawaan yang
buruk.
Sekarang
sesudah kita mengetahui empat aliran atau teori tentang perkembangan manusia
bagaimanapun pandangan kita sendiri mengenai perkembangan manusia itu khususnya
bila dihubungkan dengan peranan pendidikan dan pembawaan yang telah dimiliki
oleh anak sejak lahir. Pada
prinsipnya kita sependapat dengan teori konvergensi namun harus ditambangkan
satu hal penting dan belum pernah disebut oleh teori konvergensi itu sendiri.
Satu hal yang perlu ditambahkan tersebut adalah pandangan bahwa anak tidak
boleh dipandang bersifat pasif atau tidak ada peranannya didalam proses
interakhir antara pendidikan dan pembawaan.
Bila
anak dipandang sebagai subyek yang bersifat pasif maka tidak mungkin anak dapat
memiliki atau diberikan rasa tanggung jawab. Anak pada waktu dilahirkan
dibekali dengan beraneka ragam kemampuan dan pembawaan. Maka pendidik wajib
menginsyafkannya bahwa mereka terdapat berbagai pembawaan yang wajib diketahui
sendiri dimana ada pembawaan yang baik dan ada pembawaan yang buruk. Ia hidup
dalam lingkungan tertentu dimana dapat dijumpai berbagai pengaruh yang baik dan
yang buruk. Pendidik wajib menimbulkan kesediaan dan semangat pada anak didik
agar dengan kekuatan dan aktivitas sendiri mengembangkan bakat dan pembawaan
yang baik yang dimilikinya dan meninggalkan lingkungan yang merugikan karena
menghambat perkembangan bakat dan pembawaan yang buruk ia wajib mencari
lingkungan yang sesuai. Misalnya dalam pergaulan dengan teman ia wajib mampu
memilih teman yang dapat menghambatnya. Pendidik dalam hal ini menolong dengan
kegiatan bimbingan dan konseling agar anak timbul hasrat untuk berbuat
sebaik-baiknya untuk dirinya.
Kata
lingkungan sendiri mengandung arti meliputi banyak hal seperti: pendidik,
pendidikan, situasi umum ( politik, ekonomi, sosial, kebudayaan dan sebagainya)
suasana keluarga, sekolah, masyarakat, adat istiadat dan sebagainya. Dengan singkat
lingkungan sendiri berarti segala hal yang berada di luar diri anak dan dapat
mempengaruhi perkembangannya. Pendidik adalah bagian dari lingkungan yang
sangat penting peranannya dalam membantu anak mengembangkan kemampuan
potensinya agar bermanfaat bagi kehidupannya baik secara perorangan maupun
sebagai anggota masyarakat serta untuk kehidupannya sehari-hari pada saat
sekarang ataupun untuk persiapan kehidupan yang akan datang.
Interaksi
antara pembawaan dan lingkungan (termasuk pendidikan) ini akan mencapai hasil
yang diharapkan bila anak sendiri harus memainkan peranan dan partisipasi yang
aktif dalam mencerna segala interaksi antara pembawaan yang dimilikinya dengan
lingkungan (termasuk pendidikan) tersebut.
B. Hubungan
Manusia
dan Kebudayaan
Manusia adalah makhluk
individual, namun demikian manusia tidak hidup sendiri, tidak mungkin hidup
sendirian, dan tidak pula hidup untuk dirinya sendiri. Manusia hidup dalam
keterpautan dengan sesamanya. Dalam hidup bersama dengan sesamanya (
bermasyarakat ) setiap individu menepati kedudukan ( status ) tertentu. Di
samping itu, setiap individu mempunyai dunia dan tujuan hidup masing – masing.
Terdapat hubungan timbal balik antara individu dengan individu, individu dengan
kelompok, dan kelompok dengan kelompok. Terdapat hubungan timbal balik antara individu
dengan sesamanya dalam rangka mengukuhkan eksistensinya masing-masing maka
hendaknya terdapat keseimbangan antara individualitas dan sosialitas pada
setiap manusia.
Manusia memiliki inisiatif dan
kreatif dalam menciptakan kebudayaan, hidup berbudaya, dan membudaya.
Kebudayaan bukan sesuatu yang ada di luar manusia, bahkan hakikatnya meliputi
perbuatan manusia itu sendiri. Berbicara tentang kebudayaan adalah berbicara
tentang manusia itu sendiri. Kebudayaan bertautan dengan kehidupan manusia
sepenuhnya, kebudayaan menyangkut sesuatu yang Nampak dalam bidang eksistensi
setiap manusia. Manusia tidak terlepas dari kebudayaan, bahkan manusia itu baru
menjadi manusia karena bersama kebudayaannya ( C. A. Van Peursen, 1957 ).
Sejalan dengan ini Ernst Cassirer menegaskan bahwa manusia tidak akan menjadi
manusia karena faktor di dalam dirinya, seperti misalnya naluri, melainkan
fungsi kehidupannya, yaitu pekerjaannya, kebudayaannya.
Kebudayaan memiliki fungsi postif
bagi manusia, namun demikian apabila manusia kurang bijaksana dalam
mengembangkannya, kebudayaan pun dapat menimbulkan kekuatan – kekuatan yang
mengancam eksistensi manusia. Contoh dalam perkembangan kebudayaan yang begitu
cepat, sejak abad yang lalu disinyalir telah menimbulkan krisis antropologis. Kebudayaan
tidak bersifat statis melainkan dinamis. Kodrat dinamika pada diri manusia
mengaplikasikan adanya perubahan dan pembaharuan kebudayaan. Hal ini tentu saja
didukung pula oleh pengaruh kebudayaan masyarakat atau bangsa lain terhadap
kebudayaan masyarakat yang bersangkutan. Selain itu, mengingat adanya dampak
positif dan negatif dari kebudayaan terhadap manusia, masyarakat kadang-kadang
terombang-ambing di antara dua relasi kecenderungan. Di satu pihak ada yang mau
melestarikan hal – hal lama ( tradisi ), sedang yang lain terdorong untuk
menciptakan hal – hal baru ( inovasi ). Ada pergolakan yang tak kunjung reda
antara tradisi dan inovasi. Hal ini meliputi semua kehidupan budaya ( Ernst
Cassirer, 1987 ).
Kebudayaan mempunyai sifat
normatif, karena diarahkan oleh nilai – nilai yang diakui bersama di dalam
suatu masyarakat. Proses pendidikan dengan sendirinya merupakan suatu proses
yang normatif, yang di dasari dengan nilai – nilai. Salah satu contoh
kebudayaan adalah pendidikan. Pendidikan sebagai suatu proses kebudayaan yang
harus melihat peserta didik sebagai individu yang menyeluruh atau sebagai
seorang seutuhnya. Kebudayaan juga mengatur manusia untuk bertindak.
C. Hubungan
Manusia
dan Pendidikan
Manusia sebagai makhluk yang
diberikan kelebihan oleh Allah dengan suatu bentuk akal pada diri manusia yang
tidak dimiliki makhluk Allah yang lain dalam kehidupannya, bahwa untuk mengolah
akal pikirannya manusia memerlukan pola pendidikan melalui suatu proses
pembelajaran.
Hubungan manusia dengan
pendidikan sangat erat karena mempunyai ikatan yang tidak dipisahkan antara
satu dengan yang lainnya. Pendidikan merupakan salah satu kebutuhan pokok dalam
kehidupan manusia yang berfikir bagaimana menjalani kehidupan dunia ini dalam
rangka mempertahankan hidupnya.
Manusia disebut juga “ Homo
Sapiens ” yang artinya sebagai makhluk yang mempunyai kemampuan untuk berilmu
pengetahuan. Salah satu insting manusia adalah selalu cenderung ingin
mengetahui segala sesuatu disekelilingnya, yang belum diketahuinya. Berawal dari yang
tidak tahu menjadi tahu, dari yang tidak bisa menjadi bisa. Dari rasa ingin
tahu maka timbulah ilmu pengetahun yang bermanfaat untuk manusia itu sendiri.
Dalam hidupnya manusia digerakan
sebagian oleh kebutuhan untuk mencapai sesuatu dan sebagian lagi oleh tanggung
jawab sosial dalam bermasyarakat. Manusia bukan hanya mempunyai
kemampuan-kemampuan, tetapi juga mempunyai keterbatasan-keterbatasan. Manusia
tidak hanya memiliki sifat-sifat yang baik namun juga mempunyai sifat-sifat
yang kurang baik.
Menurut pandangan pancasila
manusia mempunyai keinginan untuk mempertahankan hidup dan menjaga kehidupan
lebih baik. Setiap manusia itu membutuhkan pendidikan. Karena melalui
pendidikan manusia dapat mempunyai kemampuan – kemampuan untuk mengatur dan
mengontrol serta menentukan dirinya sendiri. Melalui pendidikan pula
perkembangan kepribadian manusia dapat diarahkan kepada yang lebih baik. Dan
melalui pendidikan kemampuan tingkah laku manusia dapat didekati dan di
analisis secara murni. Kemampuan seperti itulah yang tidak dimiliki oleh
makhluk Tuhan yang lainnya. Manusia dapat tumbuh dan berkembang melalui
pendidikan, karena manusia dapat tumbuh berkembang melalui suatu proses alami
menuju kedewasaan baik itu bersifat jasmani maupun bersifat rohani. Oleh sebab
itu manusia memerlukan Pendidikan demi mendapatkan perkembangan yang optimal
sebagai manusia.
Dalam ajaran Agama Islam
memandang bahwa manusia sebagai tubuh, akal dan hati nurani. Potensi dasar
manusia yang dikembangkan itu tidak lain adalah bertuhan dan cenderung kepada
kebaikan bersih dari dosa, berilmu pengetahuan serta bebas memilih dan
berkreasi. Kemampuan kreatif manusia pun berkembang secara bertahap sesuai
ukuran tingkat kekuatan dan kelemahan unsur penunjang kerativitas seperti
pendengaran, pengelihatan serta pola piker manusia tersebut. Berdasarkan
undang-undang Sisdiknas No 20 tahun 2003 BAB I, bahwa pendidikan adalah usaha
sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran
agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kperibadian, kecerdasan,
akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa
dan Negara.
D. Kaitan
manusia, Kebudayaan
dan Pendidikan
Manusia seperti yang kita ketahui
sangat erat sekali hubungannya dengan kebudayaan dan pendidikan. Pendidikan
merupakan upaya untuk memelihara kebudayaan, “ Education as Cultural
Conservation ”. Disini peran pendidikan sebagai pelestarian budaya dan
pendidikan harus didasarkan kepada nilai – nilai kebudayaan yang telah ada
sejak awal peradaban umat manusia. Pendidikan merupakan salah satu unsur
kebudayaan, karena proses pendidikan pada dasarnya merupakan hakikat dari
kebudayaan itu sendiri. Berdasarkan nilai – nilai kebudayaan yang beragam,
kompleks dan terintegrasi maka suatu proses pendidikan tidak dapat dilihat dari
satu sudut saja. Tetapi harus menggunakan pandangan yang multi displiner.
Manusia sebagai makhluk sosial,
dalam kehidupannya tidak dapat terlepas dari hubungan sosial. Kebudayaan
mengatur manusia untuk bertindak. Kebudayaan melahirkan kaidah – kaidah untuk
melindungi masyarakat dari kehancuran yang diakibatkan oleh kekuatan – kekuatan
tersembunyi di masyarakat. Kaidah – kaidah ini berupa petunjuk cara bertingkah
laku di dalam pergaulan hidup. Kebudayaan mengatur agar manusia dapat mengerti
bagaimana seharusnya bertindak, berbuat, dan menentukan sikapnya kalau mereka
berhubungan dengan orang lain. Apabila manusia hidup sendiri, maka tak aka nada
manusia lain yang merasa terganggu oleh tindakan – tindakannya. Akan tetapi
setiap manusia, bagaimana hidupnya akan selalu menciptakan kebiasaan bagi
dirinya sendiri.
Manusia tanpa kebudayaan dan
pendidikan bagaikan kesatuan tubuh yang tanpa arti. Karena kebudayaan manusia
dapat mengetahui semua yang ada di lingkungannya. Peranan kebudayaan dan
pendidikan sangat penting bagi kehidupan manusia. Sekolah adalah salah satu
contoh kebudayaan dan pendidikan. Sekolah merupakan suatu lembaga utama (
selain keluarga ) yang dipergunakan oleh orang dewasa dalam mewariskan
kebudayaan kepada anak – anaknya ( generasi penerus ). Oleh karena itu orang
dewasa yang ada di sekolah ( guru ) harus memiliki pemahaman yang jelas tentang
budaya yang berkembang di masyarakat, baik secara mikro maupun secara makro
yang meliputi tentang nilai, kepercayaan, dan norma. Manusia merupakan
individu yang memerlukan pendidikan yang layak.
Pendidikan salah satu contoh
kebudayaan yang selalu berkembang sesuai perkembangan zaman. Manusia yang baik
adalah manusia yang dapat melestarikan kebudayaannya karena manusia sebagai
makhluk budaya. Pendidikan
hanya dapat dilakukan oleh makhluk yang berbudaya dan yang menghasilkan nilai
kebudayaan yaitu manusia. Hal ini juga yang membedakan manusia dengan makhluk
yang lainnya ( hewan ) dengan adanya kebudayaan dan pendidikan. Perkembangan
pendidikan sejajar dengan perkambangan kebudayaan.
Pendidikan selalu berubah sesuai
perkembangan kebudayaan, karena pendidikan merupakan proses transfer kebudayaan
dan sebagai cermin nilai – nilai kebudayaan ( pendidikan bersifat reflektif ). Pendidikan juga
bersifat progresif yaitu yang selalu mengalami perubahan perkembangan sesuai
tuntutan perkembangan kebudayaan. Kedua sifat tersebut berkaitan
erat dan terintegrasi. Untuk itu perlu pendidikan formal dan informal yang
disengaja diadakan atau tidak. Perbedaan kebudayaan menjadi cermin bagi bangsa
lain, membuat perbedaan sistem, isi dan pendidikan pengajaran sekaligus menjadi
cermin tingkat pendidikan.
Pendidikan informal lebih dahulu
ada dari pada pendidikan formal ( education dan
schooling ) pendidikan informal merupakan unsur mutlak kebudayaan untuk semua
tingkat kebudayaan yang muncul karena adanya pembagian kerja. Pada dasarnya
keduanya disengaja dan gejala kebudayaan, pemisahan keduanya tidak berguna.
Tugas kebudayaan bukan memonopoli lembaga pendidikan formal, tetapi kebersamaan
warga dan negara karena segala unsure kebudayaan bernilai pendidikan baik yang
direncanakan ataupun yang tidak direncanakan. Setiap manusia itu membutuhkan
pendidikan. Karena melalui pendidikan manusia dapat mempunyai kemampuan –
kemampuan untuk mengatur dan mengontrol serta menentukan dirinya sendiri.
Melalui pendidikan pula perkembangan kepribadian manusia dapat diarahkan kepada
yang lebih baik. Dan melalui pendidikan kemampuan tingkah laku manusia dapat
didekati dan di analisis secara murni. Kemampuan seperti itulah yang tidak
dimiliki oleh makhluk Tuhan yang lainnya.
Manusia dapat tumbuh dan
berkembang melalui
pendidikan, karena manusia dapat tumbuh berkembang melalui suatu
proses alami menuju kedewasaan baik itu bersifat jasmani maupun bersifat
rohani. Oleh sebab itu manusia memerlukan Pendidikan demi mendapatkan
perkembangan yang optimal sebagai manusia. Dengan demikian
pendidikan merupakan ikhtiar pembudayaan demi peradaban manusia. Pendidikan
bermakna sebagai proses pembudayaan dan seiring bersama itu berkembanglah
sejarah peradaban manusia. Seluruh kebudayaan hanya bias dialihkan dari satu
generasi ke generasi lain melalui pendidikan. Kalau demikian halnya maka
pendidikan tidak hanya merupakan prakarsa bagi terjadinya pengahlian
pengetahuan dan keterampilan tetapi juga melalui pengalihan nilai – nilai
budaya dan norma – norma sosial.
Nilai
– nilai budaya yang diwariskan merupakan unsur luar yang masuk ke dalam diri
manusia, sementara dalam diri manusia ada unsur yang menonjol keluar seperti
perkembangan potensi yang dimiliki manusia. Tugas utama pendidikan
adalah berusaha mewariskan nilai – nilai budaya tersebut, sesuai dengan potensi
dan lingkungan pada individu dan masyarakat. Hasan Langgulung, menyatakan sulit
dibayangkan bahwa seseorang tanpa lingkungan yang member corak kepada watak dan
kepribadian, sebab lingkungan inilah yang berusaha mewariskan nilai – nilai
budaya yang dimilikinya dengan tujuan memelihara kepribadian dan identitas
budaya tersebut sepanjang zaman. Sebab budaya dan peradaban juga bias mati
apabila nilai – nilai, norma – norma dan berbagai unsur lainnya yang dimiliki
berhenti dan tidak berfungsi lagi.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Manusia adalah makhluk berbudaya
yang dapat mengembangkan dirinya sedemikian
rupa sehingga mampu membentuk berbagai norma dan tatanan kehidupan yang
didasari nilai-nilai luhur untuk kesejahteraan hidupnya, baik secara
perseorangan maupun untuk kehidupan bermasyarakat.
Dalam keadaan yang demikian ini
manusia secara aktif dan bertanggungjawab mengolah dan memanfaatkan alam dan
segala sumbernya untuk keperluan kehidupan. Berkembangnya kehidupan manusia
sebagai makhluk berbudaya ini dimungkinkan karena disebabkan oleh
setidak-tidaknya dua hal sebagai berikut:
1.
Adanya
kemampuan-kemampuan atau potensi-potensi pada diri manusia misalnya pikiran,
imajinasi, fantasi, sikap, minat, kehendak, motivasi, emosi, perasaan dan
sebagainya.
2.
Adanya
usaha atau kegiatan pengembangan potensi-potensi yang dimiliki oleh manusia
tersebut hingga menjadi berbagai kemampuan yang nyata dan adanya usaha
penyerahan berbagai norma dan nilai yang sudah dimiliki kehidupan manusia
kepada generasi berikutnya usaha pengembangan potensi dan penyerahan norma dan
nilai tersebut kita sebut pendidikan.
Manusia juga memiliki inisiatif
dan kreatif dalam menciptakan kebudayaan,
hidup berbudaya, dan membudaya. Kebudayaan bukan sesuatu yang ada di luar
manusia, bahkan hakikatnya meliputi perbuatan manusia itu sendiri. Berbicara
tentang kebudayaan adalah berbicara tentang manusia itu sendiri. Kebudayaan
bertautan dengan kehidupan manusia sepenuhnya, kebudayaan menyangkut sesuatu
yang Nampak dalam bidang eksistensi setiap manusia. Manusia tidak terlepas dari
kebudayaan, bahkan manusia itu baru menjadi manusia karena bersama
kebudayaannya ( C. A. Van Peursen, 1957 ).
Setiap manusia itu membutuhkan
pendidikan. Karena melalui pendidikan manusia dapat mempunyai kemampuan –
kemampuan untuk mengatur dan mengontrol serta menentukan dirinya sendiri.
Melalui pendidikan pula perkembangan kepribadian manusia dapat diarahkan kepada
yang lebih baik. Dan melalui pendidikan kemampuan tingkah laku manusia dapat
didekati dan di analisis secara murni. Kemampuan seperti itulah yang tidak
dimiliki oleh makhluk Tuhan yang lainnya. Manusia dapat tumbuh dan berkembang
melalui pendidikan, karena manusia dapat tumbuh berkembang melalui suatu proses
alami menuju kedewasaan baik itu bersifat jasmani maupun bersifat rohani. Oleh
sebab itu manusia memerlukan pendidikan demi mendapatkan perkembangan yang
optimal sebagai manusia. Manusia merupakan individu yang memerlukan pendidikan
yang layak.
Pendidikan hanya dapat dilakukan
oleh makhluk yang berbudaya dan yang menghasilkan nilai kebudayaan yaitu
manusia. Hal ini juga yang membedakan manusia dengan makhluk yang lainnya (
hewan ) dengan adanya kebudayaan dan pendidikan. Perkembangan pendidikan
sejajar dengan perkambangan kebudayaan.
Berdasarkan undang-undang
Sisdiknas No 20 tahun 2003 BAB I, bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan
terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta
didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan
spiritual keagamaan, pengendalian diri, kperibadian, kecerdasan, akhlak mulia,
serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara.
Pendidikan selalu berubah sesuai
perkembangan kebudayaan, karena pendidikan merupakan proses transfer kebudayaan
dan sebagai cermin nilai – nilai kebudayaan ( pendidikan bersifat reflektif ). Pendidikan juga
bersifat progresif yaitu yang selalu mengalami perubahan perkembangan sesuai
tuntutan perkembangan kebudayaan.
B. Saran
Kebudayaan itu di ibaratnya
seperti ciri khas dari manusia yang menggunakan kebudayaan tersebut dan juga pendidikan salah satu
contoh kebudayaan yang selalu berkembang sesuai perkembangan zaman. Manusia
yang baik adalah manusia yang dapat melestarikan kebudayaannya karena manusia
sebagai makhluk budaya. Kita
sebagai manusia yang berbudaya setidaknya kita dapat menjaga kebudayaan yang kita punya bahkan
kalau bisa kita melestarikan kebudayaan yang ada di Indonesia. Agar tidak
terpengaruh oleh kebudayaan luar yang akhiri – akhir ini berkembang di dunia .
Mungkin makalah ini kami akui masih banyak kekurangan dan
mungkin kesalahan. Oleh karena itu diharapkan kepada para pembaca untuk
memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah
ini.
DAFTAR
PUSTAKA
Wahyudin,
D. dkk. ( 2010 ) Pengantar Pendidikan. Jakarta : Universitas Terbuka.
http://pustakaaslikan.blogspot.com/2011/11/tripusat-pendidikan.html
http://edhoconan.blogspot.com/2009/03/hubungan-manusia-dengan-pendidikan.html
http://hadirukiyah.blogspot.com/2010/07/hubungan-kebudayaan-dengan-pendidikan.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar