Rabu, 19 Agustus 2015

MAKALAH DASAR-DASAR PENDIDIKAN - MANUSIA DAN PENDIDIKAN



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Penulisan
Manusia seperti yang kita ketahui sangat erat sekali hubungannya dengan kebudayaan dan pendidikan. Pendidikan merupakan upaya untuk memelihara kebudayaan, “ Education as Cultural Conservation ”. Disini peran pendidikan sebagai pelestarian budaya dan pendidikan harus didasarkan kepada nilai – nilai kebudayaan yang telah ada sejak awal peradaban umat manusia. Sebab kebudayaan tersebut telah teruji dalam segala zaman, kondisi dan sejarah. Kebudayaan adalah esensial yang mampu mengemban hari kini dan masa depan umat manusia ( Mohammad Noor Syam, 1984 ). Pendidikan merupakan suatu sistem untuk meningkatkan kualitas hidup dalam segala aspek kehidupan dan sekaligus sebagai upaya pewarisan nilai – nilai budaya bagi kehidupan manusia.
Hakikat manusia dalam melestarikan dan menjaga kebudayaan adalah suatu keharusan agar tidak terpengaruh oleh kebudayaan lainnya. Kita harus menjaga keaslian budaya kita karena kebudayaan tersebut merupakan warisan dari nenek moyang kita dahulu. Kebudayaan itu di ibaratnya seperti ciri khas dari manusia yang menggunakan kebudayaan tersebut. Namun akhir – akhir ini kita pasti sudah tahu kalau banyak dari kebudayaan Negara kita ini telah terpengaruh oleh kebudayaan luar, khususnya kebudayaan barat. Ini merupakan efek dari arus globalisasi yang sangat kencang sehingga banyak kebudayaan – kebudayaan dari luar yang bebas keluar masuk ke dalam Negara kita ini sehingga kebudayaan kita sedikit terpengaruh.
B.     Rumusan Penulisan
1.      Apa pengertian manusia dan pendidikan?
2.      Apa hubungan manusia dan kebudayaan?
3.      Apa hubungan manusia dan pendidikan?
4.      Apa kaitan manusia, kebudayaan dan pendidikan?
C.    Tujuan Penulisan
1.      Untuk mengetahui pengertian manusia dan pendidikan
2.      Untuk mengetahui hubungan manusia dan kebudayaan
3.      Untuk mengetahui hubungan manusia dan pendidikan
4.      Untuk mengetahui kaitan manusia, kebudayaan dan pendidikan


 

BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Manusia dan Pendidikan
Manusia adalah makhluk berbudaya yang dapat mengembangkan dirinya sedemikian rupa sehingga mampu membentuk berbagai norma dan tatanan kehidupan yang didasari nilai-nilai luhur untuk kesejahteraan hidupnya, baik secara perseorangan maupun untuk kehidupan bermasyarakat.
Dalam keadaan yang demikian ini manusia secara aktif dan bertanggungjawab mengolah dan memanfaatkan alam dan segala sumbernya untuk keperluan kehidupan. Berkembangnya kehidupan manusia sebagai makhluk berbudaya ini dimungkinkan karena disebabkan oleh setidak-tidaknya dua hal sebagai berikut:
1.        Adanya kemampuan-kemampuan atau potensi-potensi pada diri manusia misalnya pikiran, imajinasi, fantasi, sikap, minat, kehendak, motivasi, emosi, perasaan dan sebagainya.
2.        Adanya usaha atau kegiatan pengembangan potensi-potensi yang dimiliki oleh manusia tersebut hingga menjadi berbagai kemampuan yang nyata dan adanya usaha penyerahan berbagai norma dan nilai yang sudah dimiliki kehidupan manusia kepada generasi berikutnya usaha pengembangan potensi dan penyerahan norma dan nilai tersebut kita sebut pendidikan.
Dari kenyataan di atas jelasnya bahwa pendidikan merupana suatu kegian yang universal dalam kehidupan manusia. Artinya tidak mungkin dapat dijumpai suatu kehidupan masyarakat tanpa adanya kegiatan pendidikan disana. Sedangkan Pendidikan adalah suatu kekuatan yang dinamis dalam kehidupan setiap individu, yang memperngaruhi perkembangan fisiknya,mentalnya, emosinya, sosialnya dan etisnya. Secara singkat pendidikan merupan suatu kekuatan yang dinamis dalam mempengaruhi seluruh aspek kepribadian.
Menurut Crow and Crow, pendidikan adalah suatu proses dimana pengalaman atau informasi diperoleh sebagai hasil dan proses belajar. Jadi pendidikan itu mencakup pengalaman, pengertian dan penyesuaian diri pihat si terdidik terhadap rangsangan yang diberikan kepadanya menuju kearah pertumbuhan dan perkembangan. Pengertian lain yang terdapa dalam Dictionary of Education menyebutkan bahwa pendidikan adalah:
1.         Proses dimana seseorang mengembangkan kemampuan sikap dan bentuk-bentuk tingkah laku lainnya di dalam masyarakat dimana dia hidup.
2.         Proses sosial dimana orang diharapkan pada pengaruh lingkungan terpilih dan terkontrol (khususnya yang datang dari sekolah) sehingga mereka dapat memperoleh atau mengalami perkembangan kemampuan sosial dan kemampuan individu yang optimum.
Pengertian yang demikian ini dapat dikatakan sama dengan apa yang telah dikatakan oleh Sir Godfrey Thompson dalam bukunya A Modern Philosophy of Education " Pengaruh lingkungan atas invidivu untuk menghasilkan perubahan-perubahan yang tetap (permanent) di dalam kebiasaan-kebiasaan tingkah lakunya, pikirannya dan sikapnya" Hampir semua tingkah laku yang dilakukan oleh manusia adalah dipelajari melalui pendidikan atau proses belajar.
Berdasarkan pengertian di atas bahwa pendidikan itu mengandung beberapa ciri atau unsur umum untuk pendidikan yang dapat dijelaskan sebagai berikut:
1.      Adanya tujuan yang ingin dicapai di dalam proses atau kegiatan pendidikan yaitu individu yang berkembang kemampuan-kemampuan dirinya sehingga bermanfaat untuk kepentingan hidupnya sebagai seorang individu maupun sebagai warga negara atau warga masyarakat.
2.      Untuk mencapai tujuan tersebut pendidikan perlu memberikan usaha yang sengaja dan terencana dalam memilih materi / bahan aja strategi pembelajaran dan teknik penilaian yang sesuai.
3.      Kegiatan tersebut dapa diberikan dalam lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat berupa pendidikan informal, pendidikan formal dan pendidikan non-formal.
Apabila dihubungkan dengan eksistensi dan hakekat kehidupan manusia, kegiatan pendidikan ini diarahkan kepada empat aspek pembentukan dari kepribadian manusia, yaitu:
a.       Pengembangan manusia sebagai makhluk Tuhan ( keagamaan )
Manusia adalah makhluk Tuhan yang diturunkan di atas bumi ini. Setiap manusia indonesia dituntut untuk melaksanakan hubungan dengan Tuhan dengan sebaik-baiknya menurut keyakinan yang dianutnya masing-masing serta untuk melaksanakan hubungan sebaik-baiknya dengan sesama manusia, sebagaimana telah diperintahkan oleh agama dan keyakinan masing-masing atau yang dianutnya. Sebgai anggota masyarakat dan bangsa uyang memiliki fisafat Pancasila kita dituntut untuk mampu menghayati dan mengamalkan ajaran Pancasila dengan sebaik-baiknya. Sebagai anggota masyarakat dituntu untuk dapat menghayati dan mengamalkan Pancasila dengan demikian manusia juga dituntut untuk dapat menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya dengan sebaik-baiknya.
b.      Pengembangan Manusia Sebagai Makhluk Individu / Pribadi
Pendidikan harus berusaha mengembangkan anak didik yang mampu menolong dirinya sendiri. Johan Amos Pestalozzi mengistilahkan pendidikan itu sebagai " Hilfe Zur Selbssthilfe " yang artinya pendidikan itu memberi pertolongan agar anak mampu menolong dirinya sendiri.
Untuk dapat menolong dirinya sendiri, anak didik perlu mendapatkan berbagai pengalaman di dalam pengembangan konsep, prinsip, generalisasi, intelek, kreativitas, kehendak, emosi / perasaan, tanggungjawab, keterampilan dan lain-lain. Dengan kata lain anak didik harus mengalami perkembangan dalam kawasan kognitif, efektif dan psikomotor. Sebagai makluk individu manusia memerlukan pola tingkah laku yang bukan merupakan tindakan instingtif dan hal ini hanya bisa diperolah melalui pendidikan proses pembelajaran.
Di atas telah dikatakan bahwa perwujudan manusia sebagai makhluk individu ini memerlukan berbagai macam pengalaman. Tidaklah mencapai tujuan yang diinginkan apabila pendidikan terutama hanya memberikan aspek kognitif (pengetahuan) saja sebagai yang sering dikenal dan dikerjakan oleh para pendidik pada umumnya selama ini. Pendidikan seperti ini disebut hanya pendidikan dalam bidang intelek anak didik diberi pengetahuan sebanyak-banyaknya agar pengetahuan itu dimiliki oleh anak didik secara individu.
Dengan kata lain pengetahuan yang banyak tersebut akan membentuk pengalaman bagi anak didik. Pengembangan intelek memang diperlukan namun tidak boleh melupakan pengembangan aspek-aspek lainnya seperti afektif / sikap atau perilaku serta psikomotor atau keterampilan. Pendidikan bukan hanya seperti mengisi botol kosong tetapi lebih dari itu.


c.       Pengembangan Manusia Sebagai Makhluk Sosial
Disamping manusia sebagai mahkluk individu manusia juga sebagai mahkluk sosial. Manusia ingin berinteraksi satu dengan yang lain, ingin saling bahu-membahu, tolong-menolong, berkerjasama dalam segala hal. Manusia tidak dapat mencapai apa yang diinginkannya secara individu walaupun sifat individu mesti ada dalam diri seseorang. Terlalu individualistis hanyalah mementingkan dirinya sendiri tetapi terlalu sosial akhirnya menjadi "sok sial" kehadiran manusia lain dihadapannya, bukan saja penting untuk mencapai tujuan hidupnya tetapi juga merupakan sarana untuk pertumbuhan dan perkembangan pribadinya.
Kehidupan sosial antara manusia yang satu dan manusia lainnya dimungkinkan tidak saja oleh adanya kebutuhan pribadi seperti yang telah disebutkan di atas tetapi juga karena adanya bahasa sebagai alat komunikasi. Melalui pendidikan dapat dikembangkan suatu keadaan yang seimbang antara perkembangan aspek individu dan aspek sosial ini.
d.      Pengembangan Manusia Sebagai Makhluk Susila           
Aspek keempat ini melandasi manusia untuk santun. Artinya hanyalah manusia yang dapat menghargai, menghayati norma-norma dan nilai-nilai yang ada dalam kehidupan masyarakat sehingga manusia dapat menetapkan perilaku mana yang baik dan perilaku mana yang kurang baik/tidak baik, bersifat susila dan tingkah laku mana yang bersifat tidak susila.
Setiap masyarakat dan bangsa mempunyai norma-norma serta nilai-nilai tersendiri. Di daerah asalnya perilaku yang dianutnya mungkin baik dan susila, tetapi di daerah lain mungkin hal tersebut tidak baik dan tidak susila (tabu). Kalau kita menerapkan nilai-nilai yang tidak sesuai dimana kita tinggal maka dunianya akan menjadi kacau. Hukum rimba sudah pasti akan dengan mudah menjalar dikehidupan masyarakat dan pasti akan membuat kekacauan.
Melalui pendidikan kita harus mampu menciptakan manusia susila melalui pendidikan kita harus mengusahakan anak-anak didik kita menjadi manusia yang mendukung norma, kaidah, ukuran, dan nilai-nilai susila dan sosial yang dijunjung tinggi oleh masyarakatnya dan mempertahankan predikat bangsa yang satu dan beradab. Norma, nilai, ukuran, standart, dan kaidah-kaidah tersebut harus menunggal dan menjadi bagian yang intergral dalam pribadi setiap warga masyarakat. Dengan kata lain norma, ukuran, nilai-nilai dan kaidah-kaidah tersebut harus menjadi milik dan selalu dipersonifikasikan dalam setiap sepak terjang dan tingkah laku tiap pribadi manusia yang santun atau susila.
Keempat pengembangan manusia di atas dapat diwujudkan dan dilaksanakan dengan baik melalu pendidikan. Tanpa pendidikan tidak mungkin dapat diwujudkan aspek eksistensi kehidupan manusia itu bisa dikembangkan.
1.        Tri pusat Pendidikan ( Keluarga, Sekolah, dan Masyarakat)
Istilah "Tri Pusat Pendidikan" merupakan penyelenggaraan pendidikan yang dilakukan oleh tiga pihat secara berhubungan dan saling berkaitan ketiga pihak yang melaksanakan garapan pendidikan itu adalah keluarga, lembaga pendidikan dan masyarakat. Istilah Tri Pendidikan itu mula pertama dikemukakan sebagai buah pandangan Ki Hadjar Dewantara dengan dua teori yang ditawarkan yaitu teroi Tri-KON dan Teori Tri Pusat.
a.      Tri KON
Ki Hadjar Dewantara menekankan bahwa aktivitas pendidikan dan pengajaan sebagai tempat "persemaian" benih-benih kebudayaan bangsa. Benih-benih tersebut mengandung unsur-unsur kebudayaan nasional. Oleh sebab itu, sebelum para siswa diberi informasi dan mengenal budayaasing dan budaya internasional mereka harus sudah mendalami karakteristik kebudayaan daerah dan kebudayaan nasional. Untuk memudahkan menerima unsur budaya asing secara selektif, Ki Hadjar Dewantara mengemukana teori Tri Kon, yaitu:
(1)   Kontinuitas, yang berati bahwa garis hidup kita sekarang harus merupakan lanjutan dari kehidupan kita pada zaman lampau berikut penguasaan unsur tiruan dari kehidupan dan kebudayaan bangsa lain.
(2)   Konvergensi, yang berarti kita harus menghindari hidup menyendiri terisolasi dan mampu menuju kearah pertemuan. Pada awalnya sistem Tripusat yang pertama kali ditawarkan oleh Ki Hadjar Dewantara adalah keinginan agar sistem gedung sekolah disatukan dengan pondok asrama agar anak-anak didik kita hidup dan berkembang dalam tiga lingkungan pendidikan yang satu sama lain berkaitan dan memberikan pengaruh dalam perkembangan anak didik kita. Ketiga lingkungan pendidikan tersebut adalah antar bangsa dan komunikasi antar negara menuju kemakmuran bersama atas dasar saling menghormati, persamaan hak dan kemerdekaan masing-masing.
(3)   Konsentris, yang berarti setelah kita bersatu dan berkomunikasi dengan bangsa-bangsa lain didunia kita jangan kehilangan kepribadian sendiri. Bangsa Indonesia adalah masyarakat merdeka yang memiliki adat istiadat dan kepribadian sendiri meskipun kita bertitik pusat pada satu namun dalam lingkaran yang konsenstris itu kita masih tetap memiliki lingkaran sendiri secara khas yang membedakan negara kita dengan negara lain.
b.      Tri Pusat Pendidikan
(1)   Keluarga (lingkungan rumah) termasuk didalamnya peran ayah ibu sebagai orang tua yang berkewajiban mendidik putra-putrinya dalam kehidupan keluarga.
(2)   Penguruan (Lembaga Pendidikan) yaitu lingkungan sekolah dengan struktur dan sistem kelembangaan yang khas sebagai tempat persemaian anak bangsa.
(3)   Masyarakat yaitu lingkungan masyarakat sekitar dengan segala dinamika dan karakteristiknya yang secara langsung ataupun tak langsung mempengaruhi perkembangan anak didik sebagai anggota masyarakat.
Ki Hadjar Dewantara menyarankan perguruan merupakan tempat atau rumah bagi para guru dan siswa. Di situ pula tempat terjadinya proses belajar mengajar. Didalam pondok asrama siswa diperlakukan sebagai anggota keluarga guru dan siswa membentuk keluarga besar. Mereka bekerja sama menyelenggarakan suatu rumah tangga besar. Di lingkungan keluarga besar yang istimewa tersebut terdapat pondok untuk asrama putra dan asrama putri. Pondok itu senantiasa dalam pengawasan guru dan sifat kekeluarganya tetap terpelihara. Ki Hadjar Dewantara berpendapat melalui ketiga lingkungan pendidikan itulah siswa dibina dan berkembangan ke arah soso yang diharapkan.
2.             Pertumbuhan dan Perkembangan Manusia
Pendidikan merupakan usaha yang sengaja dan terencana untuk membantu perkembangan potensi dan kemampuan anak didik agar bermanfaat bagi kepentingan hidupnya sebagai memilih materi bahan ajar, strategi kegiatan dan teknik penilaian yang sesuai untuk itu pendidikan dipandang mempunyai peranan yang besar dalam mencapai keberhasilan dalam perkembangan anak didik.
a.        Teori Perkembangan Manusia
Dalam perkembangannya terdapat beberapa pandangan atau teori mengenai bagaimana perkembangan manusia itu berlangsung. Di bawah ini akan dibahas empat aliran atau teori tentang perkembangan manusia sebagai berikut:
(1)      Emperisme
Teori ini mengatakan bahwa hasil pendidikan dan perkembangan bergantung pada pengalaman-pengalaman yang diperoleh anak didik selama hidupnya. Pengalaman itu diperolehnya didunia luar dirinya berdasarkan perangsang yang tersedia baginya. Perangsang itu dapat tersedia dengan sendirinya atau disediakan oleh apapun dan siapapun juga.
Kata empirisme berasal dari kata emperi yang berarti pengalaman Tokoh aliran ini adalah John Locke (1632-1704) sesorang filsuf bangsa Inggris yang berpendapat bahwa anak lahir ke dunia ini sebagai kertas kosong atau sebagai media berlapis lilin (tabuka rasa) yang belum ada tulisan diatasnya. Jadi John Locke berpendapat bahwa anak dilahirkan ke dunia ini tanpa pembawaan.
Aliran tersebut disebut juga aliran Tabula Rasa atau Empirisme, pendidikan 100% bergantung pada pengaruh dunia luarnya. Dunia ini pada umumnya disebut lingkungan. Ada lingkungan hidup (manusia, hewan, tanaman) dan lingkungan mati (benda-benda mati). Semuanya saling mempengaruhi dan menimbulkan situasi. Ada situasi kebudayaan, ekonomi, sosial, politik, dan keagamaan. Tiap lingkungan mempunyai situasi sendiri pendidik dan usaha kegiatannya merupakan salah satu lingkungan anak didik. Menurut teori empirisme pendidik adalah maha kuasa dalam mebentuk anak didik menjadi apa yang dia inginkan. Pendidik dapat berbuat sekehendak hatinya seperi ahli patung yang memahat patung dari kayu, batu, atau bahan lainnya. Mendidik menurut aliran empirisme adalah membentuk manusia menurut kehendak pendidikan karena itu aliran ini juga disebu aliran optimisme dalam pendidikan.
(2)      Nativisme
Ada teori yang 180 derajat bertolak belakang dengan teori empirisme yaitu teori yang di anut oleh Schopenhauer (seorang filsuf bangsa jerman, 1788-1860) yang berpendapat bahwa bayi lahir dengan pembawaan baik dan buruk.
Dalam hubungan dengan pendidikan dan perkembangan manusia ia berpendapat bahwa hasil akhir pendidikan dan perkembangan tersebut ditentukan oleh pembawaan yang sudah diperolehnya sejak lahir. Lingkungan tidak berpengaruh sama sekali terhadap pendidikan dan perkembangan anak itu.
Aliran nativisme berpendapat bahwa pendidikan tidak dapat menghasilkan tujuan yang diharapkan  berhubungan dengan perkembangan anak didik. Dengan kata lain aliran nativisme merupakan aliran pesimisme (murung) dalam pendidikan berhasil tidaknya perkembangan anak tergantung pada tinggi rendahnya dan jenis pembawaan yang dimiliki oleh anak didik. Mendidik diartikan oleh aliran ini membiarkan anak bertumbuh berdasarkan pembawaannya.


(3)      Naturalisme
Sedikit persamaan dengan aliran nativisme adalah teori yang dikemukakan oleh J. J Rousseau (seorang filsuf bangsa Perancis 1712-1778) dengan aliran nauralismenya.
Rousseau berpendapat dalam bukunya Emile bahwa “semua adalah baik pada waktu datang dari tangan Sang Pencipta tapi semua menjadi buruk ditangan manusia” berbeda dengan pendapat Schopenhauer, Rouseau berpendapat bahwa semua anak yang baru lahir mempunyai pembawaan yang baik tidak seorang anak pun lahir dengan pembawaan buruk. Namun pembawaan baik sejak lahir menjadi buruk oleh tangan manusia artinya pendidikan malahan dapat merusak pembawaan anak yang baik waktu dilahirkan tadi. Jadi aliran ini tidak memandang perlu adanya pendidikan bagi pengembangan bakat dan kemampuan anak.
Aliran ini disebutkan juga negativisme karena berpendapat bahwa pendidik hanya wajib membiarkan pertumbuhan anak didik saja dengan sendirinya diserahkan saja selanjutnya pada alam. Jadi dengan kata lain pendidikan tidak diperlukan yang dilaksanakan adalah menyerahkan anak didik ke alam agar pembawaan yang baik itu tidak rusak oleh tangan manusia melalui proses dan kegiatan pendidikan itu.
Rousseau ingin menjauhkan anak dari segala keburukan masyarakat yang serba dibuat-buat atau bersifat "artificial", sehingga kebaikkan anak-anak yang diperoleh secara alamiah sejak kelahirannya itu dapat berkembang secara spontan dan bebas. Ia mengusulkan perlunya permainan bebas kepada anak didik untuk mengembangkan pembawaannya kemampuan dan kecenderungan-kecenderungannya.
Pendidikan menurut Rousseau harus dijauhkan dalam perkembangan anak karena hal itu berarti dapat menjaukan anak dari segala hal yang bersifat dibuat-buat (artificial) dan dapat membawa anak kembali ke alam untuk mempertahankan segala yang baik sebagai yang telah diberikan oleh tangan Sang Pencipta di atas.
(4)      Konvergensi
Teori konvergensi ingin mengawinkan dua macam teori atau aliran yang 180 derajat berlawanan yaitu teori empirisme dan nativisme. Tokoh aliran ini adalah William Stern (seorang ahli pendidikan bangsa Jerman, 1871-1939) yang berpendapat bahwa anak dilahirkan dengan pembawaan baik maupun pembawaan buruk.
Ia berpendapat bahwa teori empirisme maupun nativisme itu masing-masing terlalu berat sebelah atau terlalu ekstrim. Kedua-duanya mendukung kebenaran dan ketidak benaran. Menurut teori konvergensi baik pembawaan maupun lingkungan kedua-duanya mempunyai pengaruh terhadap hasil perkembangan anak didik. Hasil perkembangan dan pendidikan bergantung pada kecilnya pembawaan serta situasi lingkungannya.
Pada hakekatnya kemampuan anak manusia berbahasa dengan kata-kata adalah juga hasil konvergensi. Pada anak manusia ada pembawaan untuk berbahasa melalui situasi lingkungan anak belajar berbahasa karena itu semua manusia mampu berbahasa. Pada hewan tidak ada pembawaan berbahasa dengan kata-kata (verbal communication) karena itu tidak terdapat seekor hewan pun yang dapat berhasa verbal dengan penuh pengertian seperti pada mahkluk manusia.
Lingkungan mempengaruhi anak didik dalam mengembangkan pembawaan bahasanya. Karena itu tiap anak manusia mula-mula ia menggunakan bahasa lingkunganya seperti bahasa Jawa, bahasa Inggris dan sebagainya.
Kemampuan dua orang anak yang tinggal dalam satu lingkungan yang sama untuk mempelajari bahasa juga tidak sama hasilnya itu disebabkan oleh adanya perbedaan kuantitasa pembawaan dan perbedaan situasi lingkungan biarpun lingkungan ke dua orang anak tersebut menggunakan bahasa yang sama.
Karena itu teori W Stern disebut sebagai bapak konvergensi (artinya memusat pada satu titik) jadi menurut teori konvergensi adalah:
(a)    Pendidikan mungkin diberikan
(b)   Yang membatasi hasil pendidikan adalah pembawaan dan lingkungan itu sendiri.
(c)    Pendidikan diartikan sebagai pertolongan yang diberikan lingkungan kepada anak didik untuk mengembangkan pembawaan yang baik dan mencegah berkembangnya pembawaan yang buruk.
Sekarang sesudah kita mengetahui empat aliran atau teori tentang perkembangan manusia bagaimanapun pandangan kita sendiri mengenai perkembangan manusia itu khususnya bila dihubungkan dengan peranan pendidikan dan pembawaan yang telah dimiliki oleh anak sejak lahir. Pada prinsipnya kita sependapat dengan teori konvergensi namun harus ditambangkan satu hal penting dan belum pernah disebut oleh teori konvergensi itu sendiri. Satu hal yang perlu ditambahkan tersebut adalah pandangan bahwa anak tidak boleh dipandang bersifat pasif atau tidak ada peranannya didalam proses interakhir antara pendidikan dan pembawaan.
Bila anak dipandang sebagai subyek yang bersifat pasif maka tidak mungkin anak dapat memiliki atau diberikan rasa tanggung jawab. Anak pada waktu dilahirkan dibekali dengan beraneka ragam kemampuan dan pembawaan. Maka pendidik wajib menginsyafkannya bahwa mereka terdapat berbagai pembawaan yang wajib diketahui sendiri dimana ada pembawaan yang baik dan ada pembawaan yang buruk. Ia hidup dalam lingkungan tertentu dimana dapat dijumpai berbagai pengaruh yang baik dan yang buruk. Pendidik wajib menimbulkan kesediaan dan semangat pada anak didik agar dengan kekuatan dan aktivitas sendiri mengembangkan bakat dan pembawaan yang baik yang dimilikinya dan meninggalkan lingkungan yang merugikan karena menghambat perkembangan bakat dan pembawaan yang buruk ia wajib mencari lingkungan yang sesuai. Misalnya dalam pergaulan dengan teman ia wajib mampu memilih teman yang dapat menghambatnya. Pendidik dalam hal ini menolong dengan kegiatan bimbingan dan konseling agar anak timbul hasrat untuk berbuat sebaik-baiknya untuk dirinya.
Kata lingkungan sendiri mengandung arti meliputi banyak hal seperti: pendidik, pendidikan, situasi umum ( politik, ekonomi, sosial, kebudayaan dan sebagainya) suasana keluarga, sekolah, masyarakat, adat istiadat dan sebagainya. Dengan singkat lingkungan sendiri berarti segala hal yang berada di luar diri anak dan dapat mempengaruhi perkembangannya. Pendidik adalah bagian dari lingkungan yang sangat penting peranannya dalam membantu anak mengembangkan kemampuan potensinya agar bermanfaat bagi kehidupannya baik secara perorangan maupun sebagai anggota masyarakat serta untuk kehidupannya sehari-hari pada saat sekarang ataupun untuk persiapan kehidupan yang akan datang.
Interaksi antara pembawaan dan lingkungan (termasuk pendidikan) ini akan mencapai hasil yang diharapkan bila anak sendiri harus memainkan peranan dan partisipasi yang aktif dalam mencerna segala interaksi antara pembawaan yang dimilikinya dengan lingkungan (termasuk pendidikan) tersebut.
B.     Hubungan Manusia dan Kebudayaan
Manusia adalah makhluk individual, namun demikian manusia tidak hidup sendiri, tidak mungkin hidup sendirian, dan tidak pula hidup untuk dirinya sendiri. Manusia hidup dalam keterpautan dengan sesamanya. Dalam hidup bersama dengan sesamanya ( bermasyarakat ) setiap individu menepati kedudukan ( status ) tertentu. Di samping itu, setiap individu mempunyai dunia dan tujuan hidup masing – masing. Terdapat hubungan timbal balik antara individu dengan individu, individu dengan kelompok, dan kelompok dengan kelompok. Terdapat hubungan timbal balik antara individu dengan sesamanya dalam rangka mengukuhkan eksistensinya masing-masing maka hendaknya terdapat keseimbangan antara individualitas dan sosialitas pada setiap manusia.
Manusia memiliki inisiatif dan kreatif dalam menciptakan kebudayaan, hidup berbudaya, dan membudaya. Kebudayaan bukan sesuatu yang ada di luar manusia, bahkan hakikatnya meliputi perbuatan manusia itu sendiri. Berbicara tentang kebudayaan adalah berbicara tentang manusia itu sendiri. Kebudayaan bertautan dengan kehidupan manusia sepenuhnya, kebudayaan menyangkut sesuatu yang Nampak dalam bidang eksistensi setiap manusia. Manusia tidak terlepas dari kebudayaan, bahkan manusia itu baru menjadi manusia karena bersama kebudayaannya ( C. A. Van Peursen, 1957 ). Sejalan dengan ini Ernst Cassirer menegaskan bahwa manusia tidak akan menjadi manusia karena faktor di dalam dirinya, seperti misalnya naluri, melainkan fungsi kehidupannya, yaitu pekerjaannya, kebudayaannya.
Kebudayaan memiliki fungsi postif bagi manusia, namun demikian apabila manusia kurang bijaksana dalam mengembangkannya, kebudayaan pun dapat menimbulkan kekuatan – kekuatan yang mengancam eksistensi manusia. Contoh dalam perkembangan kebudayaan yang begitu cepat, sejak abad yang lalu disinyalir telah menimbulkan krisis antropologis. Kebudayaan tidak bersifat statis melainkan dinamis. Kodrat dinamika pada diri manusia mengaplikasikan adanya perubahan dan pembaharuan kebudayaan. Hal ini tentu saja didukung pula oleh pengaruh kebudayaan masyarakat atau bangsa lain terhadap kebudayaan masyarakat yang bersangkutan. Selain itu, mengingat adanya dampak positif dan negatif dari kebudayaan terhadap manusia, masyarakat kadang-kadang terombang-ambing di antara dua relasi kecenderungan. Di satu pihak ada yang mau melestarikan hal – hal lama ( tradisi ), sedang yang lain terdorong untuk menciptakan hal – hal baru ( inovasi ). Ada pergolakan yang tak kunjung reda antara tradisi dan inovasi. Hal ini meliputi semua kehidupan budaya ( Ernst Cassirer, 1987 ).
Kebudayaan mempunyai sifat normatif, karena diarahkan oleh nilai – nilai yang diakui bersama di dalam suatu masyarakat. Proses pendidikan dengan sendirinya merupakan suatu proses yang normatif, yang di dasari dengan nilai – nilai. Salah satu contoh kebudayaan adalah pendidikan. Pendidikan sebagai suatu proses kebudayaan yang harus melihat peserta didik sebagai individu yang menyeluruh atau sebagai seorang seutuhnya. Kebudayaan juga mengatur manusia untuk bertindak.
C.    Hubungan Manusia dan Pendidikan
Manusia sebagai makhluk yang diberikan kelebihan oleh Allah dengan suatu bentuk akal pada diri manusia yang tidak dimiliki makhluk Allah yang lain dalam kehidupannya, bahwa untuk mengolah akal pikirannya manusia memerlukan pola pendidikan melalui suatu proses pembelajaran.
Hubungan manusia dengan pendidikan sangat erat karena mempunyai ikatan yang tidak dipisahkan antara satu dengan yang lainnya. Pendidikan merupakan salah satu kebutuhan pokok dalam kehidupan manusia yang berfikir bagaimana menjalani kehidupan dunia ini dalam rangka mempertahankan hidupnya.
Manusia disebut juga “ Homo Sapiens ” yang artinya sebagai makhluk yang mempunyai kemampuan untuk berilmu pengetahuan. Salah satu insting manusia adalah selalu cenderung ingin mengetahui segala sesuatu disekelilingnya, yang belum diketahuinya. Berawal dari yang tidak tahu menjadi tahu, dari yang tidak bisa menjadi bisa. Dari rasa ingin tahu maka timbulah ilmu pengetahun yang bermanfaat untuk manusia itu sendiri.
Dalam hidupnya manusia digerakan sebagian oleh kebutuhan untuk mencapai sesuatu dan sebagian lagi oleh tanggung jawab sosial dalam bermasyarakat. Manusia bukan hanya mempunyai kemampuan-kemampuan, tetapi juga mempunyai keterbatasan-keterbatasan. Manusia tidak hanya memiliki sifat-sifat yang baik namun juga mempunyai sifat-sifat yang kurang baik.
Menurut pandangan pancasila manusia mempunyai keinginan untuk mempertahankan hidup dan menjaga kehidupan lebih baik. Setiap manusia itu membutuhkan pendidikan. Karena melalui pendidikan manusia dapat mempunyai kemampuan – kemampuan untuk mengatur dan mengontrol serta menentukan dirinya sendiri. Melalui pendidikan pula perkembangan kepribadian manusia dapat diarahkan kepada yang lebih baik. Dan melalui pendidikan kemampuan tingkah laku manusia dapat didekati dan di analisis secara murni. Kemampuan seperti itulah yang tidak dimiliki oleh makhluk Tuhan yang lainnya. Manusia dapat tumbuh dan berkembang melalui pendidikan, karena manusia dapat tumbuh berkembang melalui suatu proses alami menuju kedewasaan baik itu bersifat jasmani maupun bersifat rohani. Oleh sebab itu manusia memerlukan Pendidikan demi mendapatkan perkembangan yang optimal sebagai manusia.
Dalam ajaran Agama Islam memandang bahwa manusia sebagai tubuh, akal dan hati nurani. Potensi dasar manusia yang dikembangkan itu tidak lain adalah bertuhan dan cenderung kepada kebaikan bersih dari dosa, berilmu pengetahuan serta bebas memilih dan berkreasi. Kemampuan kreatif manusia pun berkembang secara bertahap sesuai ukuran tingkat kekuatan dan kelemahan unsur penunjang kerativitas seperti pendengaran, pengelihatan serta pola piker manusia tersebut. Berdasarkan undang-undang Sisdiknas No 20 tahun 2003 BAB I, bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kperibadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara.
D.    Kaitan manusia, Kebudayaan dan Pendidikan
Manusia seperti yang kita ketahui sangat erat sekali hubungannya dengan kebudayaan dan pendidikan. Pendidikan merupakan upaya untuk memelihara kebudayaan, “ Education as Cultural Conservation ”. Disini peran pendidikan sebagai pelestarian budaya dan pendidikan harus didasarkan kepada nilai – nilai kebudayaan yang telah ada sejak awal peradaban umat manusia. Pendidikan merupakan salah satu unsur kebudayaan, karena proses pendidikan pada dasarnya merupakan hakikat dari kebudayaan itu sendiri. Berdasarkan nilai – nilai kebudayaan yang beragam, kompleks dan terintegrasi maka suatu proses pendidikan tidak dapat dilihat dari satu sudut saja. Tetapi harus menggunakan pandangan yang multi displiner.
Manusia sebagai makhluk sosial, dalam kehidupannya tidak dapat terlepas dari hubungan sosial. Kebudayaan mengatur manusia untuk bertindak. Kebudayaan melahirkan kaidah – kaidah untuk melindungi masyarakat dari kehancuran yang diakibatkan oleh kekuatan – kekuatan tersembunyi di masyarakat. Kaidah – kaidah ini berupa petunjuk cara bertingkah laku di dalam pergaulan hidup. Kebudayaan mengatur agar manusia dapat mengerti bagaimana seharusnya bertindak, berbuat, dan menentukan sikapnya kalau mereka berhubungan dengan orang lain. Apabila manusia hidup sendiri, maka tak aka nada manusia lain yang merasa terganggu oleh tindakan – tindakannya. Akan tetapi setiap manusia, bagaimana hidupnya akan selalu menciptakan kebiasaan bagi dirinya sendiri.
Manusia tanpa kebudayaan dan pendidikan bagaikan kesatuan tubuh yang tanpa arti. Karena kebudayaan manusia dapat mengetahui semua yang ada di lingkungannya. Peranan kebudayaan dan pendidikan sangat penting bagi kehidupan manusia. Sekolah adalah salah satu contoh kebudayaan dan pendidikan. Sekolah merupakan suatu lembaga utama ( selain keluarga ) yang dipergunakan oleh orang dewasa dalam mewariskan kebudayaan kepada anak – anaknya ( generasi penerus ). Oleh karena itu orang dewasa yang ada di sekolah ( guru ) harus memiliki pemahaman yang jelas tentang budaya yang berkembang di masyarakat, baik secara mikro maupun secara makro yang meliputi tentang nilai, kepercayaan, dan norma. Manusia merupakan individu yang memerlukan pendidikan yang layak.
Pendidikan salah satu contoh kebudayaan yang selalu berkembang sesuai perkembangan zaman. Manusia yang baik adalah manusia yang dapat melestarikan kebudayaannya karena manusia sebagai makhluk budaya. Pendidikan hanya dapat dilakukan oleh makhluk yang berbudaya dan yang menghasilkan nilai kebudayaan yaitu manusia. Hal ini juga yang membedakan manusia dengan makhluk yang lainnya ( hewan ) dengan adanya kebudayaan dan pendidikan. Perkembangan pendidikan sejajar dengan perkambangan kebudayaan.
Pendidikan selalu berubah sesuai perkembangan kebudayaan, karena pendidikan merupakan proses transfer kebudayaan dan sebagai cermin nilai – nilai kebudayaan ( pendidikan bersifat reflektif ). Pendidikan juga bersifat progresif yaitu yang selalu mengalami perubahan perkembangan sesuai tuntutan perkembangan kebudayaan. Kedua sifat tersebut berkaitan erat dan terintegrasi. Untuk itu perlu pendidikan formal dan informal yang disengaja diadakan atau tidak. Perbedaan kebudayaan menjadi cermin bagi bangsa lain, membuat perbedaan sistem, isi dan pendidikan pengajaran sekaligus menjadi cermin tingkat pendidikan.
Pendidikan informal lebih dahulu ada  dari   pada pendidikan formal ( education dan schooling ) pendidikan informal merupakan unsur mutlak kebudayaan untuk semua tingkat kebudayaan yang muncul karena adanya pembagian kerja. Pada dasarnya keduanya disengaja dan gejala kebudayaan, pemisahan keduanya tidak berguna. Tugas kebudayaan bukan memonopoli lembaga pendidikan formal, tetapi kebersamaan warga dan negara karena segala unsure kebudayaan bernilai pendidikan baik yang direncanakan ataupun yang tidak direncanakan. Setiap manusia itu membutuhkan pendidikan. Karena melalui pendidikan manusia dapat mempunyai kemampuan – kemampuan untuk mengatur dan mengontrol serta menentukan dirinya sendiri. Melalui pendidikan pula perkembangan kepribadian manusia dapat diarahkan kepada yang lebih baik. Dan melalui pendidikan kemampuan tingkah laku manusia dapat didekati dan di analisis secara murni. Kemampuan seperti itulah yang tidak dimiliki oleh makhluk Tuhan yang lainnya.
Manusia dapat tumbuh dan berkembang melalui pendidikan, karena manusia dapat tumbuh berkembang melalui suatu proses alami menuju kedewasaan baik itu bersifat jasmani maupun bersifat rohani. Oleh sebab itu manusia memerlukan Pendidikan demi mendapatkan perkembangan yang optimal sebagai manusia. Dengan demikian pendidikan merupakan ikhtiar pembudayaan demi peradaban manusia. Pendidikan bermakna sebagai proses pembudayaan dan seiring bersama itu berkembanglah sejarah peradaban manusia. Seluruh kebudayaan hanya bias dialihkan dari satu generasi ke generasi lain melalui pendidikan. Kalau demikian halnya maka pendidikan tidak hanya merupakan prakarsa bagi terjadinya pengahlian pengetahuan dan keterampilan tetapi juga melalui pengalihan nilai – nilai budaya dan norma – norma sosial.
Nilai – nilai budaya yang diwariskan merupakan unsur luar yang masuk ke dalam diri manusia, sementara dalam diri manusia ada unsur yang menonjol keluar seperti perkembangan potensi yang dimiliki manusia. Tugas utama pendidikan adalah berusaha mewariskan nilai – nilai budaya tersebut, sesuai dengan potensi dan lingkungan pada individu dan masyarakat. Hasan Langgulung, menyatakan sulit dibayangkan bahwa seseorang tanpa lingkungan yang member corak kepada watak dan kepribadian, sebab lingkungan inilah yang berusaha mewariskan nilai – nilai budaya yang dimilikinya dengan tujuan memelihara kepribadian dan identitas budaya tersebut sepanjang zaman. Sebab budaya dan peradaban juga bias mati apabila nilai – nilai, norma – norma dan berbagai unsur lainnya yang dimiliki berhenti dan tidak berfungsi lagi.








BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Manusia adalah makhluk berbudaya yang dapat mengembangkan dirinya sedemikian rupa sehingga mampu membentuk berbagai norma dan tatanan kehidupan yang didasari nilai-nilai luhur untuk kesejahteraan hidupnya, baik secara perseorangan maupun untuk kehidupan bermasyarakat.
Dalam keadaan yang demikian ini manusia secara aktif dan bertanggungjawab mengolah dan memanfaatkan alam dan segala sumbernya untuk keperluan kehidupan. Berkembangnya kehidupan manusia sebagai makhluk berbudaya ini dimungkinkan karena disebabkan oleh setidak-tidaknya dua hal sebagai berikut:
1.      Adanya kemampuan-kemampuan atau potensi-potensi pada diri manusia misalnya pikiran, imajinasi, fantasi, sikap, minat, kehendak, motivasi, emosi, perasaan dan sebagainya.
2.      Adanya usaha atau kegiatan pengembangan potensi-potensi yang dimiliki oleh manusia tersebut hingga menjadi berbagai kemampuan yang nyata dan adanya usaha penyerahan berbagai norma dan nilai yang sudah dimiliki kehidupan manusia kepada generasi berikutnya usaha pengembangan potensi dan penyerahan norma dan nilai tersebut kita sebut pendidikan.
Manusia juga memiliki inisiatif dan kreatif dalam menciptakan kebudayaan, hidup berbudaya, dan membudaya. Kebudayaan bukan sesuatu yang ada di luar manusia, bahkan hakikatnya meliputi perbuatan manusia itu sendiri. Berbicara tentang kebudayaan adalah berbicara tentang manusia itu sendiri. Kebudayaan bertautan dengan kehidupan manusia sepenuhnya, kebudayaan menyangkut sesuatu yang Nampak dalam bidang eksistensi setiap manusia. Manusia tidak terlepas dari kebudayaan, bahkan manusia itu baru menjadi manusia karena bersama kebudayaannya ( C. A. Van Peursen, 1957 ).
Setiap manusia itu membutuhkan pendidikan. Karena melalui pendidikan manusia dapat mempunyai kemampuan – kemampuan untuk mengatur dan mengontrol serta menentukan dirinya sendiri. Melalui pendidikan pula perkembangan kepribadian manusia dapat diarahkan kepada yang lebih baik. Dan melalui pendidikan kemampuan tingkah laku manusia dapat didekati dan di analisis secara murni. Kemampuan seperti itulah yang tidak dimiliki oleh makhluk Tuhan yang lainnya. Manusia dapat tumbuh dan berkembang melalui pendidikan, karena manusia dapat tumbuh berkembang melalui suatu proses alami menuju kedewasaan baik itu bersifat jasmani maupun bersifat rohani. Oleh sebab itu manusia memerlukan pendidikan demi mendapatkan perkembangan yang optimal sebagai manusia. Manusia merupakan individu yang memerlukan pendidikan yang layak.
Pendidikan hanya dapat dilakukan oleh makhluk yang berbudaya dan yang menghasilkan nilai kebudayaan yaitu manusia. Hal ini juga yang membedakan manusia dengan makhluk yang lainnya ( hewan ) dengan adanya kebudayaan dan pendidikan. Perkembangan pendidikan sejajar dengan perkambangan kebudayaan.
Berdasarkan undang-undang Sisdiknas No 20 tahun 2003 BAB I, bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kperibadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara.
Pendidikan selalu berubah sesuai perkembangan kebudayaan, karena pendidikan merupakan proses transfer kebudayaan dan sebagai cermin nilai – nilai kebudayaan ( pendidikan bersifat reflektif ). Pendidikan juga bersifat progresif yaitu yang selalu mengalami perubahan perkembangan sesuai tuntutan perkembangan kebudayaan.

B.     Saran
Kebudayaan itu di ibaratnya seperti ciri khas dari manusia yang menggunakan kebudayaan tersebut dan juga pendidikan salah satu contoh kebudayaan yang selalu berkembang sesuai perkembangan zaman. Manusia yang baik adalah manusia yang dapat melestarikan kebudayaannya karena manusia sebagai makhluk budaya. Kita sebagai manusia yang berbudaya setidaknya kita dapat  menjaga kebudayaan yang kita punya bahkan kalau bisa kita melestarikan kebudayaan yang ada di Indonesia. Agar tidak terpengaruh oleh kebudayaan luar yang akhiri – akhir ini berkembang di dunia .
Mungkin makalah ini kami akui masih banyak kekurangan dan mungkin kesalahan. Oleh karena itu diharapkan kepada para pembaca untuk memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini.



DAFTAR PUSTAKA
Wahyudin, D. dkk. ( 2010 ) Pengantar Pendidikan. Jakarta : Universitas Terbuka.
http://pustakaaslikan.blogspot.com/2011/11/tripusat-pendidikan.html
http://edhoconan.blogspot.com/2009/03/hubungan-manusia-dengan-pendidikan.html
http://hadirukiyah.blogspot.com/2010/07/hubungan-kebudayaan-dengan-pendidikan.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar